Jumat, 31 Agustus 2012

Ayah penentu keberhasilan anak.

Pendidikan dan pengasuhan anak-anak adalah tanggung jawab kedua orantuanya. Namun, disengaja
atau tidak, banyak orangtua yang 'memasrahkan' pendidikan dan pengasuhan anak-anak mereka hanya
di tangan si ibu. Padahal, ayah punya peran penting dalam pembentukan pribadi dan kesuksesan
si anak di masa yang akan datang. Ini dibuktikan dari berbagai penelitian yang dilakukan
pakar-pakar psikologi.
Menurut mereka, sebaiknya para ayah harus punya waktu untuk bermain dengan si kecil. Biar pun
sedikit, luangkanlah waktu untuk bercengkerama dengan anak-anak. Yang penting bukan banyaknya
waktu yang dihabiskan, tapi kualitas kegiatan dan kedekatan yang terjalin dari kegiatan bermain
ayah dan anak.
Ayah dan ibu mendidik dan mengasuh anak-anak mereka dengan gaya dan 'pesan' yang berbeda.
Bahkan cara ayah menggendong bayi pun tidak sama dengan si ibu. Keunikan dan perbedaan inilah
yang harus diketahui si kecil agar pribadinya lebih 'berwarna'. Hanya dengan mendapatkan gaya
mendidik dan mengasuh yang berbeda dari ayah dan ibu, kemampuan kognitif si kecil semakin
terasah dan ia pun semakin terampil menguasai 'ilmu wajib' untuk bisa survive di masyarakat.
1. Ayah melatih kemampuan berpikir anak
Gaya bermain ayah berbeda dengan ibu. Ayah biasanya mengajak anak-anaknya, baik itu perempuan
atau lelaki, untuk melakukan aktivitas fisik seperti berlari, petak umpet, memanjat,
berantem-beranteman, dan semacamnya.
Bahkan sejak si kecil masih bayi, cara ayah menggendong pun cenderung lebih fun daripada ibu.
Tentu saja, gendongan ibu memang terasa nyaman dan secure. Gimana nggak senang, kalau ayah
hendak menggendong seringkali ia menggelitik si bayi atau mengajaknya bercanda terlebih dahulu.
Kadang-kadang, ayah menggendong dan mengayun si kecil ke kanan ke kiri. Atau malah mengangkatnya
tinggi-tinggi di udara. Asyik, kan?
Tidak jarang ibu atau nenek merasa gaya ayah bermain terlalu melelahkan atau kasar untuk
anak-anak. Padahal, dengan bermain seperti itu, ayah mendorong anak-anaknya untuk menguasai
keterampilan motorik.
Dengan kebiasaan ayah seperti itu pula, si kecil terlatih untuk menerka dan mengantisipasi.
("Ayah menggelitik kakiku, habis ini dia pasti akan mengayun-ayun aku. Hiii...betul kan..")
Kebiasaan-kebiasaan seperti ini membuat daya pikir si kecil berkembang sejak dini. Dengan
menerka tepat tindakan si ayah, si kecil menjadi yakin akan kemampuannya menilai situasi.
Ini adalah cikal bakal self esteem yang baik.
2. Ayah melatih kemandirian dan kegigihan si anak
Waktu si kecil mulai merangkak atau berjalan, biasanya ayah lebih 'tegaan' membiarkan anaknya
mengeksplorasi sekitarnya dengan kemampuannya sendiri. Ayah cenderung membiarkan si kecil
mencoba melangkah sendiri tanpa bantuan. Tapi, begitu ia melihat langkah si kecil goyah,
ia akan sesegera mungkin menangkapnya sebelum si kecil terjatuh.
Kebiasaan ayah seperti ini akan memupuk kemandirian si kecil. Secara tidak langsung ayah melatih
si anak untuk menjadi mandiri. Berhasil melakukan sesuatu dengan kemampuan sendiri adalah
kemenangan yang paling manis, itu adalah pesan yang didapat anak.
Kebiasaan ayah yang tidak langsung menolong, tapi membiarkan anak mencoba menyelesaikan
masalahnya terlebih dahulu, ternyata membuat si anak belajar banyak hal. Ia belajar untuk
mencari solusi, kreativitas, sekaligus ngotot untuk tidak mudah menyerah. Kualitas pribadi
ini jelas berguna saat si anak mulai masuk sekolah dan nanti ketika ia mulai bekerja.
3. Ayah membuka wawasan sosial si kecil
Ayah dan ibu berbeda dalam menegur anak-anaknya. "Toni, jangan mukul Yadi dong. Mama nggak suka,
" adalah kalimat yang biasa dilontarkan ibu. Tapi, bila ayah melihat Toni memukul Yadi, ayah
akan berkata, "Kalau kamu memukul teman kamu, nanti tidak akan ada yang mau bermain denganmu."
Dua kalimat berbeda dengan dua pesan yang berbeda pula.
Kalimat ibu menekankan agar si kecil bisa menyesuaikan diri dengan harapan dan keinginan
seseorang. Sementara ayah menekankan pesan agar si anak menyesuaikan diri dengan norma dan
aturan masyarakat. Dua hal yang sama pentingnya. Dengan menguasai kedua pesan tersebut, si anak
menjadi lebih mudah bersoasialisasi dengan orang lain dan bermasyarakat.
4. Ayah mengajarkan anak menjadi seseorang yang lebih baik
Dengan keterlibatannya dalam mendidik dan mengasuh anak, ayah pun mendorong anak lelakinya untuk
lebih peka dan nurturing. Kelak, ketika si anak menjadi seorang ayah, ia pun tak canggung lagi
untuk bisa dekat dengan anak-anaknya dan menjadi mitra sang istri dalam mendidik dan mengasuh
anak-anak mereka.
Anak-anak perempuan pun mendapatkan pengaruh yang baik dari kedekatannya dengan sang ayah. Ayah
mengajarkan mereka untuk tidak takut menghadapi dunia. Dunia hanyalah lahan luas, tempat mereka
berkarya dan bermain. Hanya dengan keterlibatan sang ayah, mereka tumbuh menjadi kompeten tanpa
meninggalkan feminitas mereka. Dari penelitian Lora Tessman, gadis-gadis pertama yang lulus dari
MIT, semuanya memiliki ayah yang dekat dan terlibat langsung dalam pendidikan dan pengasuhan
anaknya.
Jadi, bagaimana bapak-bapak sekalian? Masih merasa tak punya waktu untuk mendidik dan mengasuh
si kecil?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar